Sabtu, 18 Desember 2010

STORYLINE

Chapter 1
Terlihat sebuah kamera sedang membidik sesuatu di balik tembok secara diam-diam. Dalam bidikan kamera tersebut, terlihat dua orang sedang beradu argument dikegelapan. Hanya ada mereka berdua disana, dan seseorang yang memegang kamera yang masih tetap membidik kameranya secara diam-diam. Tidak lama kemudian, salah satu dari orang yang beradu argument tadi mengeluarkan sebilah pisau dari balik kaos bagian belakangnya. Dan dia seperti hendak ingin menusuk lawan bicaranya dengan pisau tersebut.

Chapter 2
Okem dan Dicky adalah mahasiswa di salah satu universitas ternama di Jakarta. Mereka adalah mahasiswa perantau dari Palembang. Mereka sudah bersahabat sejak SMA. Okem memiliki orangtua yang dua-duanya bekerja sebagai pertani. Dia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Dua kakaknya sudah menikah dan dua-duanya kini tinggal di Lampung. Sedangkan Dicky adalah anak pertama dari lima bersaudara. Semenjak Ayahnya sudah tidak ada, ibunya berjuang sendiri menghidupi kelima anaknya. Ibunya adalah seorang guru di salah satu SMP di Palembang. Bebannya sebagai anak pertama membuatnya rajin dan memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kesuksesan. Okem dan Dicky memiliki persamaan dalam mencapai cita-citanya, yaitu sama-sama memiliki modal pas-pasan.
Keduanya kini tinggal di sebuah kosan daerah pinggiran Jakarta. Mereka berdua pun patungan menyewa kosan tersebut.  Dalam perkuliahan, ketika semester 3 mereka mandapatkan evaluasi nilai. Dicky mencatat prestasi lebih baik dari Okem. IPK Okem yang dibawah 2,30 membuatnya mendapatkan surat peringatan untuk mendapatkan IPK diatas standar minimal, yaitu 2, 45.

Chapter 3
Ukak adalah seorang pengangguran Jakarta. Kuliahnya yang terhenti akibat nilainya yang tidak mencukupi untuk melanjutkan semester berikutnya terpaksa membuatnya berhenti kuliah. Ibunya adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta. Melihat anaknya yang setiap hari hanya minum kopi dan merokok, ia menjadi muak. Dia kesal dengan anaknya yang seperti tidak ada usaha untuk mencari kerja ataupun mengubah nasibnya. Bagi Ukak, kekesalan ibunya hanyalah sarapannya disore hari, tepat pada saat ia bangun tidur. Kekesalan ibunya yang berlarut-larut membuat ibunya menganggap Ukak adalah anak yang tidak berguna.

Chapter 4
Dicky baru saja menerima kabar dari kampungnya. Wajahnya terlihat shock dan frustasi. Sahabatnya, Okem, mencoba menenangkannya. Akan tetapi, kabar yang diteima sahabatnya tersebut membuat  Okem tidak tahu bagaimana cara menghibur sahabatnya tersebut. Dicky baru saja menerima kabar kalau ibunya diberhentikan jadi pengajar, karena faktor kesehatannya yang menurun membuatnya tidak efektif dalam mengajar murid-muridnya. Dalam kabar yang dikirim melalui shortmessage tersebut, tertulis “ka, ibu diberhentikan mengajar karena alasan sakit. Maaf, sepertinya ibu tidak bisa membiayai kuliahmu lagi.”
Singkat, namun kata-kata singkat dalam shortmessage tersebut membuat Dicky berpikir keras. Apakah dia harus berhenti kuliah dan bekerja, kemudian membantu ibu dan adik-adiknya. Namun ia berpikir lagi, dalam shortmessage tersebut tidak tertulis kalau ibu menyuruhnya untuk berhenti kuliah dan bekerja. Dicky semakin tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Melihat sahabatnya yang kebingungan tersebut, Okem sangat iba. Akhirnya dia pun mengambil ide gila dan paling beresiko bagi masa depannya. Okem memilih untuk cuti kuliah dan mencari kerja demi membantu sahabatnya tersebut untuk melanjutkan kuliah. Lagipula, Okem merasa tingkat kecerdasan Dicky masih jauh lebih tinggi daripada dirinya. Jadi lebih pantas Dicky yang melanjutkan kuliah daripada Dicky yang berhenti sementara dirinya yang memiliki otak pas-pasan tetap melanjutkan kuliah.
Kepintarannya dalam bergaul membuat Okem dengan cepat mendapatkan kerja. Kemudian dia bilang pada Dicky bahwa dia akan cuti kuliah untuk bekerja, dengan berpura-pura memakai alasan bahwa dirinya sudah lelah dengan pendidikan. Niatnya diprotes Dicky, namun sadar akan ‘ke-batu-an’ sahabatnya tersebut, Dicky lelah dan lebih memilih memikirkan nasib perkuliahannya sendiri.

Chapter 5
Seperti biasa, sore hari Ukak terbangun dari tidurnya. Kemudian menuju dapur untuk makan. Setelah selesai makan, ia pergi menuju teras depan rumah, duduk memandang ke arah gedung-gedung Jakarta, disulutnya api kerokok kreteknya, dan kemudian dikombinasikan dengan menyeruput kopi hitamnya. Terpancar sedikit senyum kecil di raut wajahnya, seperti sedang merasakan kenikmatan dari sensasi kopi dan rokok tersebut. Tidak lama kemudian, ibunya yang baru saja pulang kerja masuk ke dalam rumah tanpa mengomel kepada dirinya. Tumben, Ukak berpikiran seperti itu. Hal tersebut juga berlaku keesokan harinya, dan bahkan kemudian berlangsung hingga hampir satu bulan. Ibunya sama sekali tidak menegornya. Tidak ada lagi ocehan untuk Ukak disore harinya. Hal ini membuat hidup Ukak lebih kosong.

Chapter 6
Okem sudah memulai kerja. Kemudian setengah gajinya dia sisipkan untuk membantu biaya kuliah sahabatnya. Tiap bulan, Okem memberikan uang tersebut secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Dicky. Uang tersebut disisipkan kedalam amplop, ditempelkan perangko, dengan alamat tujuan atas nama Dicky. Dicky sendiri bingung dari siapa uang tersebut. Ibunya pun mengaku tidak mengirim uang tersebut ketika ditanya oleh Dicky. ‘Rezeki jangan ditolak’, begitulah prinsip yang dianut Dicky dalam menerima uang tersebut. Akhirnya Dicky pun bisa melanjutkan kuliahnya.
Winda, adalah gadis pujaan Okem. Tidak cantik, namun tidak juga jelek. Winda tadinya satu kampus dengan dirinya, tapi setelah Okem bekerja, mereka jadi jarang bertemu. Winda sendiri sama sekali tidak tahu kalau Okem menyukainya. Sialnya, tanpa sepengetahuan Okem, Dicky diam-diam juga menyukainya. Setelah Okem bekerja dan tidak lagi satu kampus dengannya, barulah Dicky mulai berani untuk mendekati Winda. Pendekatan yang intens akhirnya membuahkan hasil. Dicky berhasil mendapatkan hati Winda.
Suatu hari, Okem pulang kerja lebih cepat dari biasanya. Dia pun kemudian iseng untuk main ke bekas kampusnya. Dia ingin bertemu dengan teman-temannya termasuk Dicky, serta menemui pujaan hatinya Winda. Sebelum ke kampus, ia membeli sebuah coklat, dengan maksud untuk diberikan kepada Winda. Menurut dia, inilah saat yang tepat untuk kembali mendekati Winda.
Ketika sampai di sana, Okem shock. Baru saja sampai di taman dekat kampusnya, ia melihat Dicky sedang bermesraan dengan Winda. Mereka terlihat sedang duduk di taman dan saling berpegangan tangan. Tangannya pun mengepal, sorot matanya memancarkan kemarahan yang amat sangat, dicampur dengan perasaan kecewa.
Kerja kerasnya adalah untuk diam-diam membantu biaya pendidikan Dicky, sahabatnya. Keputusannya cuti kuliah adalah untuk membantu Dicky, sahabatnya. Bahkan hingga mempertaruhkan masa depannya, itu juga demi Dicky. Tetapi pengorbanannya serasa menjadi sampah. Dicky, sahabatnya, yang bahkan tahu kalau dirinya amat menyukai Winda, tega merebut pujaan hatinya. Kekesalan serta kekecewaan yang amat sangat terus menghantuinya. Dia pun kemudian mengambil sesuatu di dapur.

Chapter 7
Sikap ibunya yang tidak memarahi Ukak lagi membuat Ukak merasa sudah benar-benar tidak dianggap lagi oleh ibunya. Dia seperti merasakan titik jenuh dalam hidupnya. Setelah selesai merokok dan menyeruput kopinya di teras, dia kemudian masuk ke dalam rumah. Di lihatnya ibunya sedang menangis di dalam ke kamar sembari memegang sebuah bingkai foto bergambar ayahnya. Ukak tidak peduli. Dia lebih memilih ke kamarnya dan mengambil kamera. Menurutnya ,sore hari menjelang malam adalah waktu yang tepat untuk berkeliling foto-foto. Dia pun keluar dari rumahnya.
Sepanjang jalan dia terus memfoto sekelilingnya, objek yang dianggapnya menarik terus dia potret. Dari gedung-gedung, orang berpacaran, pengemis, pohon besar, dan sebagainya. Tidak terasa, keasyikannya dalam berfoto-foto sudah membuat perjalanannya semakin jauh. Hingga sampailah Ukak di sebuah kawasan bangunan-bangunan tua yang gelap dan sepi.

Chapter 8
Hari sudah semakin malam, Ukak masih menikmati suasana sekitar dengan kameranya. Hingga kemudian sampailah Ukak di wilayah bangunan-bangunan tua yang gelap dan sepi. Ukak beristirahat sejenak dengan bersandar di tembok, kemudian membakar rokoknya. Kemudian terdengar suara perdebatan dari balik temboknya. Dia melongok dan melihat dua orang sedang beradu argument di kegelapan. Ukak merasa itu adalah objek yang menarik. Ukak pun mengambil kameranya dan bersembunyi di balik tembok untuk bias memotret secara diam-diam.
Mereka adalah Okem dan Dicky. Dicky yang baru saja pulang mengantar Winda kaget bertemu Okem di wilayah bangunan-bangunan tua tersebut. Tidak seperti biasanya. Okem pun yang sudah tidak kuat menahan emosinya lagi pun langsung memukul Dicky ketika mereka baru saja bertemu. Dicky kaget dan bertanya ada apa sebenarnya yang terkadi. Okem pun mencaci Dicky yang sudah merebut Winda darinya. Dicky berkilah bahwa Winda lebih menyukainya daripada Okem. Dan alasan Winda menyukainya adalah karena Dicky punya masa depan cerah dari pendidikannya, tidak seperti Okem yang hanya seorang karyawan bergaji kecil.
Okem pun semakin panas dan terbakar emosinya. Kemudian dia mengambil sebilah pisau dari balik kaos bagian belakangnya. Dan kemudian menusuk Dicky berkali-kali dengan pisau tersebut. Bahkan dia berlaku lebih kejam lagi dengan menggorok leher Dicky layaknya seekor binatang. Setelah puas membunuh Dicky, Okem pun berlari dan meninggalkan pisaunya. Ukak yang shock pun ikut berlari sambil membawa kerumahnya. Ukak terus berlari menuju rumahnya dengan ketakutan.

Chapter 9
Okem menangis dalam pelariannya. Setelah jauh dari mayat Dicky, Okem berhenti berlari. Dia masih terus menangis dengan darah masih membasahi tangan dan mengotori bajunya. Dia berlutut di pinggir jalan, perasaan kecewa dan menyesal berkecamuk di hatinya. Bayang-bayang masa lalu dirinya dan Dicky terus membayangi pikirannya. Keakrabannya, susah senang bersamanya, terus membayanginya.
Dia pun berdiri. Tidak jauh dari sana terdapat rel kereta api. Dia pun berjalan menuju rel. sesampainya di rel, dia berhenti di tengah rel dan kemudian berlutut. Setelah lama dia berlutut, terdengar suara kereta. Tidak ada siapa-siapa disana. Hanya ada Okem dengan kereta yang akan segera datang menghampirinya. Okem masih berlutut di tengah rel, hingga akhirnya kereta tersebut menabraknya.

Chapter 10
Pembunuhan di malam hari tersebut geger. Polisi masih belum dapat menemukan pelaku pembunuhannya. Korban pembunuhan tersebut, Dciky, telah dipulangkan ke Palembang. Meskipun sudah berhari-hari, koran-koran masih saja tetap memberitakan berita pembunuhan tersebut. Kematian seorang mahasiswa ternama di Jakarta tersebut dengan tragis menghebohkan masyarakat. Ditambah lagi, teman satu kosannya, Okem, ditemukan dengan tubuh tercerai berai di tengah-tengah rel kereta. Hal tersebut semakin membingungkan warga serta polisi yang mengurus kasusnya.
Beberapa hari ini, Ukak masih mengurung diri di kamarnya. Wajahnya terlihat kusut, terdapat lingkar hitam di bawah matanya, duduk termenung di pojok kamarnya, dengan kedua kakinya ditekuk. Hal tersebut mau gak mau membuat ibunya menjadi peduli lagi dengan keadaannya. Ketika dokter memeriksanya, dokter menyatakan bahwa Ukak menderita trauma, yang mengakibatkan mentalnya jatuh dan jiwanya menjadi tidak normal. Kasarnya, Ukak telah menjadi gila setelah melihat secara langsung peristiwa pembunuhan tersebut. Ibunya semakin bingung apa yang membuat anaknya menjadi trauma. Berhari-hari, Ukak tidak kunjung sembuh. Hal itu semakin menguatkan pendapat ibunya kalau ia adalah yang tidak berguna. Namun ibunya tidak bias begitu saja menelantarkan anak satu-satunya tersebut.
Suatu hari, ibunya membereskan kamar Ukak. Ketika beres-beres, sang ibu menemukan kamera tergeletak dilantai. Ketika hendak mengambil kamera tersebut dan menaruhnya di atas meja, Ukak yang masih duduk di pojok kamar berteriak ketakutan. Ibunya semakin penasaran, seperti ada yang tidak beres dengan kamera tersebut. Ibunya pun kemudian menyalakan kamera tersebut, dan ketika melihat hasil-hasil foto di kamera tersebut, dia tersentak kaget. Dia melihat adegan-adegan peristiwa pembunuhan dalam kamera tersebut. Hal tersebut pun di laporkan ke polisi oleh ibunya. Dan akhirnya kasus pembunuhan tersebut terungkap. Hubungan kematian antara Okem dan Dicky akhirnya dapat terselesaikan berkat hasil foto-foto Ukak.
Ukak masih duduk dengan kaki ditekuk di pojok kamarnya. Tatapan matanya masih kosong. Ibunya pun baru saja keluar kamarnya setelah menyuapinya makan. Tidak beberapa lama kemudian, ibunya dating kembali ke kamar Ukak. Dan kemudian memeluk Ukak dengan erat. Air mata ibunya mengalir. Dalam tangisnya, ia berbisik, “maafkan ibu, nak..”

- END -

Rabu, 14 Juli 2010

Coffee, Kaffee, atau Kopi? Apapun Namanya, Dia adalah Teman.


Yeah, saya rasa dunia harus mengakui, bahwa minuman yang satu ini dibutuhkan oleh dunia, apapun namanya, jenisnya, asalnya. Bukan karena saya seorang tukang kopi ataupun petani kopi yang sedang mempromosikan hasil 'produk'nya, melainkan karena memang pada kenyataannya minuman ini dibutuhkan oleh dunia.

Pada postingan pertama saya pada blog saya ini (yang baru saya buat pertama kali dan baru terpikir untuk membuat blog ini karena bingung mengisi waktu liburan kuliah saya) bukanlah mengenai penjelasan ilmiah kopi ataupun jenis-jenis kopi dan kandungan-kandungan yang terdapat didalamnya, karena saya juga bukan seorang ahli gizi [saya bercermin dan semakin yakin kalau saya bukan ahli gizi]. Di postingan ini, saya akan menulis (lebih tepatnya meracau) tentang bahwa kopi adalah 'teman', dan mungkin akan menjadi 'teman' yang akan menemani saya hingga menghabiskan hari-hari tua nanti.

Beberapa tahun yang lalu, saya adalah pembenci kopi, dan juga pecinta teh. Sampai akhirnya saya menjadi seorang mahasiswa, saya kemudian mendapat wejangan dari bapak saya (saya akan menyebutnya Superdad), beliau menyarankan kepada saya agar mulai belajar untuk minum kopi, karena mahasiswa sangat butuh kopi pada nantinya. Setelah beberapa lama saya sadar kenapa Superdad menyarankan saya seperti itu, karena saya adalah manusia yang mudah sekali tertidur dan tidak punya bakat menahan kantuk. Dan akhirnya bisa ditebak, tugas-tugas kuliah saya terbengkalai, karena saya selalu tertidur ketika baru mengerjakan seperempat bagian dari tugas tersebut.

Saya pun belajar minum kopi, bahkan lebih niat daripada saya belajar pelajaran kuliah (-,-"). Dan akhirnya, saya pun jatuh cinta kepada kopi, dan terbiasa dengan dengan jam kalong (tetapi tetap saja tugas-tugas saya terbengkalai, karena pada dasarnya saya adalah pemalas, hehehe). Ketika saya mulai suka dengan kopi, yang ternyata jauh lebih cocok merokok dengan kopi ketimbang dengan teh, saya berburu kuliner kopi ditemani dengan mantan pacar saya. American coffee, coffee latte, coffee with rum, kopi bali, kopi madu, bahkan kopi rempah, saya dedikasikan lidah saya untuk minuman yang satu ini.

Kopi adalah teman, dan kopi butuh teman.

Warung kopi, tempat yang selalu nyaman untuk mengoceh tentang kehidupan, tempat yang bahkan kaum ekonomi sulit ataupun ekonomi elit berkumpul, dan mengoceh tentang topik yang berbeda, dan terkadang dengan bobot bahasa serta pemikiran yang berbeda pula. Dan kopi akan dengan setianya menemani kopi ocehan-ocehan tersebut. Sama seperti rokok, kopi adalah teman yang biasanya menemani kita ketika kita sedang berkumpul ataupun berbincang dengan teman-teman kita. Bahkan kopi pun menjadi teman kita ketika kita sedang galau ataupun sedang menikmati hidup kita yang sedang terjadi. Kopi pun menemani kita ketika sedang mengerjakan tugas ataupun pekerjaan. Yeah, itulah kopi, minuman yang kadang merupakan alat untuk ber-sosialisasi dengan teman-teman atau lingkungan disekitar kita. Dan kopi pun akan selalu butuh kita untuk mendengarkan ocehan-ocehan kita tentang dunia yang sedang terjadi. Seandainya pun kopi dapat berbicara, mungkin kopi akan menjadi narasumber bagi para ahli sejarah untuk mencatat dan merumuskan sejarah yang sebenarnya terjadi. Itulah kopi, bubuk hitam yang bahkan meskipun sudah dalam bentuk sebuah minuman tetap tidak menarik penampilannya, merupakan minuman yang memiliki banyak fans dari seluruh dunia, bahkan jumlahnya jauh lebih banyak dari jumlah fans Barack Obama sekalipun. Bukti ini terlihat dengan hampir selalu adanya warung kopi disetiap negara dibumi ini. Sedangkan bagi saya, kopi adalah sumber inspirasi saya.