Rabu, 12 November 2014

Yogyakarta, Ketula dari yang Tua

Pergantian tahun jadi rutinitas gw dan temen-temen buat jalan-jalan. Seperti biasa, kita kumpul buat ngerencanain liburan. Setelah rapat yang singkat dan gak banyak interupsi kaya anggota-anggota DPR, kita putuskan buat liburan ke Lampung. Rapat selesai, dan kita ngobrol-ngobrol seperti biasa. Kemudian tiba-tiba temen gw, Lele, datang dan bisa-bisanya ngasih usul buat ganti haluan ke Yogyakarta. Yap, karena kita masih remaja-remaja labil dan mudah dipengaruhi, akhirnya tanpa perlu rapat lagi tujuan liburan berubah ke Yogya.

Tanggal 31 Desember 2008, kita (orang-orangnya masih sama kaya yang di postingan Track Subhanallah, minus Averdy, Dicky dan Syapik) kumpul di rumah Putu. Dan si Lele, manusia yang meng-ide-kan buat ke Yogya, justru batal buat ikutan liburan kali ini. Di kereta, masih dengan kondisi kereta ekonomi yang amburadul, dipenuhi dengan orang-orang yang berperan sebagai penumpang, pedagang, pengamen, pengemis serta pegawai kereta. Saking penuhnya, kita yang awalnya dapat tiket dengan tempat duduk, karena iba dan polos, memberikan tempat duduk kita ke orang lain. Lama-lama kereta semakin penuh, saking penuhnya, sepanjang perjalanan gw gak bisa duduk biarpun udah di pembatas antar gerbong, karena buat merubah posisi pun gak bisa. Perjalanan yang menyiksa hati dan fisik. Sesampainya di stasiun Cirebon, kita semua turun buat menonton pertunjukan kembang api karena bertepatan dengan waktu pergantian tahun, sekaligus ngegerakin badan yang sedari tadi susah buat digerakkin. Pertunjukkan kembang api selesai, kami pun melanjutkan perjalanan yang menyiksa lagi.

Kereta kemudian berhenti di tengah perjalanan, entah di daerah mana, hanya ada sungai kecil dan sawah. Banyak penumpang yang langsung turun dari kereta, sebagian buat buang air mani, ralat, air seni, sebagian lagi buat rutinitas ngegerakkin badan. Di sinilah awal mula cerita legenda sang Pak Buaya, yang mana memberikan kita pelajaran untuk tidak mencela yang tua. Begini ceritanya, ada seorang bapak-bapak tulen, berwajah baik dan bijaksana, tiba-tiba melompat dari kereta untuk buang air kecil. Yaa namanya juga bapak-bapak, adegan melompat dari kereta justru berakibat bapak-bapak tersebut terpeleset dan kemudian jatuh ke sungai. "Byuur!!", gw yang cuma denger suara kaya gitu langsung kaget dan reflek bilang, "Apaan tuh? Buaya??". Otomatis kepala gw ditoyor sama ibu-ibu penjual Pop Mie yang tahu kejadiannya secara live. Kembali ke bapak-bapak tersebut, bapak-bapak tersebut jatuh ke sungai dan tubuhnya basah dengan air dan lumpur. Epiknya, ada Andy, Nanda, beserta baaaanyaaaaknyaaa penumpang kereta perwakilan dari setiap gerbong yang lagi buang air kecil di sungai tersebut. Yap, semua hening, penumpang di dalam kereta hening, penumpang yang buang air kecil hening, hanya ada pancuran air kencing yang tetap bersuara dan tidak tahu sopan santun. Dengan sigap, Andy dan Nanda langsung melanjutkan proses buang air kecil mereka biar cepat selesai, baru kemudian membantu bapak-bapak tersebut.

Suasana masih tetap hening karena iba dan berharap supaya bapak-bapak tersebut baik-baik saja dan cepat kembali ke tempat duduknya (padahal sih karena semua penumpang menahan buat gak ketawa karena gak enak masih ada bapak-bapak tersebut). Setelah diselamatkan, bapak-bapak tersebut pun berinisiatif untuk berdiri di pinggir pintu kereta buat mengeringkan pakaiannya, sementara kami, yang pada saat itu masih belum tahu akibat dari Pak 'Buaya' ini, memilih untuk tetap menahan ketawa. Kereta pun kembali berjalan. Ukak yang tidak tahu adegan Pak 'Buaya' ini karena tertidur, tiba-tiba bangun dan menanyakan kondisi kereta yang basah kepada gw, Nanda, dan mungkin ke Pak 'Buaya' juga, "Tadi ujan ye? Kok basah?". Deng! Gw dan Nanda bingung mau jawab apa, Pak 'Buaya' sepertinya lebih bingung lagi. Dan akhirnya tak ada yang menjawab pertanyaan Ukak. Sesampainya di stasiun Purwokerto, bapak-bapak tersebut pun turun karena ini adalah tujuannya. Perjalanan pun dilanjutkan, dan dangan 'jahat' dan polosnya, kita semua yang ada di kereta meluapkan tertawa kita yang sedari tadi tertahan.

Disinilah awal mula Pak 'Buaya' effect. Oh iya, semenjak bapak-bapak tersebut turun, kita semua otomatis menyebut bapak-bapak tersebut dengan sebutan Pak Buaya (maafkan aku ya, Tuhan!). Sesampainya di stasiun Yogya, kita semua langsung turun dan menuju ke stasiun Yogya yang lainnya buat membeli tiket pulang nanti, karena takut kehabisan tiket. Sesampainya di TKP, antrean panjang banget banget menanti, namun mau gak mau kita harus tetap mengantri dengan cuaca Yogya yang lagi panas-panasnya. Setelah berjam-jam mengantri, sesampainya persis di depan loket, pegawai tiket bilang kalau tiket sudah habis, dan harus mengantri lagi besoknya untuk membeli tiket pulang di tanggal yang lain. Yap, kesialan pertama akibat mencela Pak Buaya.

Hari itu bertepatan dengan tahun baru, sehingga suasana Kota Malioboro saat itu sangat ramai. Setelah gagal mendapatkan tiket pulang, kami pun memutuskan untuk mencari penginapan. Kesialan berikutnya adalah banyak penginapan yang penuh. Karena belum mendapatkan penginapan, kami istirahat dulu di angkringan sekaligus makan siang, sembari bertanya-tanya kepada penjualnya tentang penginapan yang kira-kira masih kosong. Atas rekomendasi penjual sego kucing tersebut, kami pun akhirnya mendapatkan penginapan, meski harganya sedikit mahal. Setelah mendapatkan penginapan, kami pun tidur hingga malam.

Malamnya, kami pergi menuju Jalan Malioboro dengan berjalan kaki, lalu menuju Benteng Vreideburg. Suasana Jalan Malioboro malam hari cukup asyik buat dinikmati, dengan pemandangan pedagang-pedagang, delman, serta pengamen-pengamen yang menunjukkan kreativitas bermusiknya. Di Benteng Vreideburg, kami hanya berfoto-foto. Saat foto-foto, entah kenapa Andy dan Amien berantem, yang gw inget Amien protes sama Andy yang saat itu mengambil foto dia, tapi ketika di cek hasilnya, hanya rambut Amien yang masuk frame. Amien ngambek, Andy pun ikut ngambek. Andy memutuskan untuk balik ke penginapan sendirian. Ukak yang iba melihat Andy, berlari menyusul Andy yang sedang berjalan menuju penginapan, disusul pula dengan hujan deras yang tiba-tiba datang. Drama abis, kaya di FTV-FTV, cuma sayang, tokohnya Andy dan Ukak. Sementara rombongan yang lainnya setelah selesai berteduh dari hujan, langsung menuju lokasi Kopi Joss. Enggak tau apa kenikmatan dari kopi yang ditambah arang ini, tapi yang penting rasa penasaran hilang.

Di penginapan, karena suasana liburan yang jadi gak enak karena ada yang berantem, akhirnya Amien dan Andy berbaikan. Setelah itu kami pun keluar penginapan lagi dan pergi menuju Sarkem. Yaah, jomblo-jomblo sok bandel ini lagu-laguan mau ke Sarkem, padahal setelah sampai sana kami hanya jalan nunduk aja kaya anak babi. Sarkem yang lokasinya meneluri gang-gang sempit dengan wanita-wanita yang mungkin terpaksa berlagak genit, buat remaja-remaja seperti kami justru malah terkesan menyeramkan. Suasananya yang gelap dan remang-remang, banyak laki-laki kebapak-bapakan yang ganjen, jalanan yang becek, membuat kami berjalan cepat, iya, pengen cepat-cepat keluar dari gang itu. Tapi begitu keluar gang, semuanya sok-sokan bilang "Wuih ada yang cakep tuh!", "Ada yang masih muda tuh!", berbicara seperti menikmati medan perjalanan, padahal seingat gw, di dalam semuanya hening dan nunduk. Dari Sarkem, sebagian ada yang kembali ke penginapan, sebagian lagi ada yang memutuskan jalan-jalan dengan becak, ganti-gantian sama abang becaknya.

Besok siangnya, tiket pulang sudah berhasil didapatkan. Tapi lagi-lagi ada yang berantem, kali ini antara Aicuh dan Nanda, masalah duit hilang kayaknya. Suasana liburan kembali gak enak. Mungkin akibat dari ketula mencela Pak Buaya tadi. Masalah-masalah lain juga timbul, sehingga suasana liburan semakin gak seru, sampai akhirnya kami kembali pulang ke Jakarta. Bisa dibilang, liburan kali ini agak gagal, karena tidak seperti liburan yang biasanya yang tidak ada konflik, dan isinya cuma senang-senang.

Pelajaran yang bisa diambil, karma is exist, guys! Setelah menjadikan Pak Buaya sebagai bahan tertawaan dan lawakan, justru kami yang mengalami berbagai kesialan sewaktu liburan. Kita harus bisa lebih selektif lagi dalam memilih bahan bercandaan. Hindari SARA, dan kesialan orang tua, that's the rule!

Karena judulnya bercerita, bukan catatan perjalanan, gw gak cantumin detail biaya perjalanan, rute perjalanan, suasana detail lokasi, dan sebagainya. (padahal sih karena lupa dan gak bakat)


Firework di Stasiun Cirebon

Sampai di Yogya

Langsung jalan ke stasiun berikutnya buat beli tiket pulang 

Menuju Jalan Malioboro

Tiba di Malioboro

Istirahat di angkringan

Jalan-jalan malam

Benteng Vreideburg

Rebutan masuk frame, as always.

Di Keraton

Di Bank Indonesia, Yogya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar