Pergantian tahun jadi rutinitas gw dan
temen-temen buat jalan-jalan. Seperti biasa, kita kumpul buat ngerencanain
liburan. Setelah rapat yang singkat dan gak banyak interupsi kaya
anggota-anggota DPR, kita putuskan buat liburan ke Lampung. Rapat selesai, dan
kita ngobrol-ngobrol seperti biasa. Kemudian tiba-tiba temen gw, Lele, datang
dan bisa-bisanya ngasih usul buat ganti haluan ke Yogyakarta. Yap, karena kita
masih remaja-remaja labil dan mudah dipengaruhi, akhirnya tanpa perlu rapat
lagi tujuan liburan berubah ke Yogya.
Tanggal 31 Desember 2008, kita
(orang-orangnya masih sama kaya yang di postingan Track
Subhanallah, minus
Averdy, Dicky dan Syapik) kumpul di rumah Putu. Dan si Lele, manusia yang meng-ide-kan
buat ke Yogya, justru batal buat ikutan liburan kali ini. Di kereta, masih
dengan kondisi kereta ekonomi yang amburadul, dipenuhi dengan orang-orang yang
berperan sebagai penumpang, pedagang, pengamen, pengemis serta pegawai kereta.
Saking penuhnya, kita yang awalnya dapat tiket dengan tempat duduk, karena iba
dan polos, memberikan tempat duduk kita ke orang lain. Lama-lama kereta semakin
penuh, saking penuhnya, sepanjang perjalanan gw gak bisa duduk biarpun udah di
pembatas antar gerbong, karena buat merubah posisi pun gak bisa. Perjalanan
yang menyiksa hati dan fisik. Sesampainya di stasiun Cirebon, kita semua turun
buat menonton pertunjukan kembang api karena bertepatan dengan waktu pergantian
tahun, sekaligus ngegerakin badan yang sedari tadi susah buat digerakkin.
Pertunjukkan kembang api selesai, kami pun melanjutkan perjalanan yang menyiksa
lagi.
Kereta kemudian berhenti di tengah
perjalanan, entah di daerah mana, hanya ada sungai kecil dan sawah. Banyak
penumpang yang langsung turun dari kereta, sebagian buat buang air mani, ralat,
air seni, sebagian lagi buat rutinitas ngegerakkin badan. Di sinilah awal mula
cerita legenda sang Pak Buaya, yang mana memberikan kita pelajaran untuk tidak
mencela yang tua. Begini ceritanya, ada seorang bapak-bapak tulen, berwajah
baik dan bijaksana, tiba-tiba melompat dari kereta untuk buang air kecil. Yaa
namanya juga bapak-bapak, adegan melompat dari kereta justru berakibat
bapak-bapak tersebut terpeleset dan kemudian jatuh ke sungai. "Byuur!!",
gw yang cuma denger suara kaya gitu langsung kaget dan reflek bilang,
"Apaan tuh? Buaya??". Otomatis kepala gw ditoyor sama ibu-ibu penjual
Pop Mie yang tahu kejadiannya secara live.
Kembali ke bapak-bapak tersebut, bapak-bapak tersebut jatuh ke sungai dan
tubuhnya basah dengan air dan lumpur. Epiknya, ada Andy, Nanda, beserta
baaaanyaaaaknyaaa penumpang kereta perwakilan dari setiap gerbong yang lagi
buang air kecil di sungai tersebut. Yap, semua hening, penumpang di dalam
kereta hening, penumpang yang buang air kecil hening, hanya ada pancuran air
kencing yang tetap bersuara dan tidak tahu sopan santun. Dengan sigap, Andy dan
Nanda langsung melanjutkan proses buang air kecil mereka biar cepat selesai,
baru kemudian membantu bapak-bapak tersebut.
Suasana masih tetap hening karena iba dan
berharap supaya bapak-bapak tersebut baik-baik saja dan cepat kembali ke tempat
duduknya (padahal sih karena semua penumpang menahan buat gak ketawa karena gak
enak masih ada bapak-bapak tersebut). Setelah diselamatkan, bapak-bapak
tersebut pun berinisiatif untuk berdiri di pinggir pintu kereta buat
mengeringkan pakaiannya, sementara kami, yang pada saat itu masih belum tahu
akibat dari Pak 'Buaya' ini, memilih untuk tetap menahan ketawa. Kereta pun
kembali berjalan. Ukak yang tidak tahu adegan Pak 'Buaya' ini karena tertidur,
tiba-tiba bangun dan menanyakan kondisi kereta yang basah kepada gw, Nanda, dan
mungkin ke Pak 'Buaya' juga, "Tadi ujan ye? Kok basah?". Deng! Gw dan
Nanda bingung mau jawab apa, Pak 'Buaya' sepertinya lebih bingung lagi. Dan
akhirnya tak ada yang menjawab pertanyaan Ukak. Sesampainya di stasiun
Purwokerto, bapak-bapak tersebut pun turun karena ini adalah tujuannya.
Perjalanan pun dilanjutkan, dan dangan 'jahat' dan polosnya, kita semua yang
ada di kereta meluapkan tertawa kita yang sedari tadi tertahan.
Disinilah awal mula Pak 'Buaya' effect. Oh iya, semenjak bapak-bapak
tersebut turun, kita semua otomatis menyebut bapak-bapak tersebut dengan
sebutan Pak Buaya (maafkan aku ya, Tuhan!). Sesampainya di stasiun Yogya, kita
semua langsung turun dan menuju ke stasiun Yogya yang lainnya buat membeli
tiket pulang nanti, karena takut kehabisan tiket. Sesampainya di TKP, antrean
panjang banget banget menanti, namun mau gak mau kita harus tetap mengantri dengan
cuaca Yogya yang lagi panas-panasnya. Setelah berjam-jam mengantri, sesampainya
persis di depan loket, pegawai tiket bilang kalau tiket sudah habis, dan harus
mengantri lagi besoknya untuk membeli tiket pulang di tanggal yang lain. Yap,
kesialan pertama akibat mencela Pak Buaya.
Hari itu bertepatan dengan tahun baru, sehingga suasana Kota Malioboro saat itu sangat ramai. Setelah gagal mendapatkan tiket pulang, kami pun memutuskan untuk mencari penginapan. Kesialan berikutnya adalah banyak penginapan yang penuh. Karena belum mendapatkan penginapan, kami istirahat dulu di angkringan sekaligus makan siang, sembari bertanya-tanya kepada penjualnya tentang penginapan yang kira-kira masih kosong. Atas rekomendasi penjual sego kucing tersebut, kami pun akhirnya mendapatkan penginapan, meski harganya sedikit mahal. Setelah mendapatkan penginapan, kami pun tidur hingga malam.
Malamnya, kami pergi menuju Jalan Malioboro dengan berjalan kaki, lalu menuju Benteng Vreideburg. Suasana Jalan Malioboro malam hari cukup asyik buat dinikmati, dengan pemandangan pedagang-pedagang, delman, serta pengamen-pengamen yang menunjukkan kreativitas bermusiknya. Di Benteng Vreideburg, kami hanya berfoto-foto. Saat foto-foto, entah kenapa Andy dan Amien berantem, yang gw inget Amien protes sama Andy yang saat itu mengambil foto dia, tapi ketika di cek hasilnya, hanya rambut Amien yang masuk frame. Amien ngambek, Andy pun ikut ngambek. Andy memutuskan untuk balik ke penginapan sendirian. Ukak yang iba melihat Andy, berlari menyusul Andy yang sedang berjalan menuju penginapan, disusul pula dengan hujan deras yang tiba-tiba datang. Drama abis, kaya di FTV-FTV, cuma sayang, tokohnya Andy dan Ukak. Sementara rombongan yang lainnya setelah selesai berteduh dari hujan, langsung menuju lokasi Kopi Joss. Enggak tau apa kenikmatan dari kopi yang ditambah arang ini, tapi yang penting rasa penasaran hilang.
Di penginapan, karena suasana liburan yang jadi gak enak karena ada yang berantem, akhirnya Amien dan Andy berbaikan. Setelah itu kami pun keluar penginapan lagi dan pergi menuju Sarkem. Yaah, jomblo-jomblo sok bandel ini lagu-laguan mau ke Sarkem, padahal setelah sampai sana kami hanya jalan nunduk aja kaya anak babi. Sarkem yang lokasinya meneluri gang-gang sempit dengan wanita-wanita yang mungkin terpaksa berlagak genit, buat remaja-remaja seperti kami justru malah terkesan menyeramkan. Suasananya yang gelap dan remang-remang, banyak laki-laki kebapak-bapakan yang ganjen, jalanan yang becek, membuat kami berjalan cepat, iya, pengen cepat-cepat keluar dari gang itu. Tapi begitu keluar gang, semuanya sok-sokan bilang "Wuih ada yang cakep tuh!", "Ada yang masih muda tuh!", berbicara seperti menikmati medan perjalanan, padahal seingat gw, di dalam semuanya hening dan nunduk. Dari Sarkem, sebagian ada yang kembali ke penginapan, sebagian lagi ada yang memutuskan jalan-jalan dengan becak, ganti-gantian sama abang becaknya.
Besok siangnya, tiket pulang sudah berhasil didapatkan. Tapi lagi-lagi ada yang berantem, kali ini antara Aicuh dan Nanda, masalah duit hilang kayaknya. Suasana liburan kembali gak enak. Mungkin akibat dari ketula mencela Pak Buaya tadi. Masalah-masalah lain juga timbul, sehingga suasana liburan semakin gak seru, sampai akhirnya kami kembali pulang ke Jakarta. Bisa dibilang, liburan kali ini agak gagal, karena tidak seperti liburan yang biasanya yang tidak ada konflik, dan isinya cuma senang-senang.
Pelajaran yang bisa diambil, karma is exist, guys! Setelah menjadikan Pak Buaya sebagai bahan tertawaan dan lawakan, justru kami yang mengalami berbagai kesialan sewaktu liburan. Kita harus bisa lebih selektif lagi dalam memilih bahan bercandaan. Hindari SARA, dan kesialan orang tua, that's the rule!
Karena judulnya bercerita, bukan catatan perjalanan, gw gak cantumin detail biaya perjalanan, rute perjalanan, suasana detail lokasi, dan sebagainya. (padahal sih karena lupa dan gak bakat)
Firework di Stasiun Cirebon
Sampai di Yogya
Langsung jalan ke stasiun berikutnya buat beli tiket pulang
Menuju Jalan Malioboro
Tiba di Malioboro
Istirahat di angkringan
Jalan-jalan malam
Benteng Vreideburg
Rebutan masuk frame, as always.
Di Keraton
Di Bank Indonesia, Yogya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar